PORTAL SATRIA – Dalam mahzab Syafi’i, jika ada orang hamil di luar nikah, ia berarti tidak memiliki iddah. Sejatinya, orang hamil tidak boleh menikah karena membawa bayi sehingga iddah-nya orang hamil setelah melahirkan.
Itu bila hamil itu melalui pernikahan yang sah. Tapi jika hamil di luar nikah yang tidak sah, rata-rata kiayi menikahkan karena tidak ada masa iddah bagi orang hamil di luar nikah. Masa iddah hanya disyariatkan untuk pernikahan yang sah.
Baca Juga: Beginilah Sikap Kasih Sayang Nabi Muhammad kepada Anak-Anak
“Ini penting saya utarakan karena kalau tidak dinikahkan nanti malah repot. Misalnya ada orang kecelakaan hami di luar nikah, cowoknya tanggung jawab. Lalu dia ingin menikahi harus kita nikahkan karena dengan demikian zinanya berakhir,” kata Gus Baha dalam ceramahnya.
Hanya saja jika sang anak yang lahir itu perempuan, tetap saja tidak sah dinikahkan oleh ayah biologisnya. Hal ini dikarenakan sang ayah belum memenuhi syarat ketentuan syariat atau ilegal.
Untuk itu, dalam mahzab Syafi’i sang anak memerlukan wali hakim untuk menikahkannya kelak ketika dewasa. Tapi jika anak yang dilahirkan kedua itu perempuan lagi, maka sudah diperbolehkan ayahnya untuk menikahkannya karena sudah sah statusnya.
Seluruh Indonesia, bahkan dunia mengikuti mahzab Syafi’i ini. Lalu ada yang bilang bahwa itu merupakan ikhtiam sehingga mereka menyarankan agar tidak dinikahkan dulu sebelum bayinya lahir.